TRIBUNNEWS.COM, PONOROGO - Tak banyak orang yang mau berinovasi untuk berbisnis kuliner tradisional. Orang hanya mengenal makanan tradisional yang ndeso dan apa adanya. Di tangan Kanon (54) makanan ndeso bisa menjadi sajian istimewa. Makan tiwul sepertinya identik dengan kemiskinan. Jika tidak mampu membeli beras, maka orang akan mencari penggantinya. Tiwul, yang rasanya hambar diubah Kanon menjadi sensasi rasa yang luar biasa. Rasa tiwul kasar di lidah yang bisa dikatakan unik. Tiwul yang ditambah gula dan parutan kelapa yang dikenal orang kota. Dari hari ke hari sajian tiwul ya seperti itu.
Namun apa yang disajikan Kanon akan berbeda. Ingin mencicipi tiwul dengan rasa berbeda? Datang saja ke Telaga Ngebel di Ponorogo. Di kawasan wisata alam ini cobalah sesekali perut dikenalkan pada tiwul bukan sebagai jajanan, tetapi sebagai pengganti nasi.
Di Telaga Ngebel menu `Sega goreng tiwul', cukup populer. Sebenarnya Kanon juga menyediakan menu seperti tempat makan yang lain yaitu nasi dan nila bakar atau nila goreng. Karena ingin berbeda, Kanon ngubek ide untuk menjadikan tiwul sebagai maskot.
Menurut pemilik Rumah Makan Tlogo Asri itu, bumbu nasi tiwul goreng tidak berbeda dengan nasi biasa. Seporsi berisi lauk telur dadar, ditambah seekor nila bakar, dengan minuman yang bisa dipilih jus alpukat atau es jeruk. Harganya antara Rp 12.000-Rp 15.000. Kanon menambahkan dengan lalapan, urap-urap, dan sambal.
"Untuk nila bakar porsinya sudah komplit dengan lalapan, sambal, urap-urap dan kremesan yang ditambahi tepung goreng semacam rempeyek yang ditaburkan di atas nila goreng atau nila bakar," jelasnya. Semua ikan yang dimasak, diambil dari keramba Kanon yang ada di telaga.
Karena tiwul tidak segurih nasi saat dikunyah, maka bumbu yang digunakan agak medok. Tanpa kecap pun penampilannya sudah cokelat alami karena tiwulnya memang kecokelatan
sumber: http://www.eocommunity.com/showthread.php?tid=10370

Post a Comment